Menjadi Pewarta Kabar Baik di Tengah Perbedaan
Saya merasa gembira sekali ketika mengetahui buku ini sudah terbit. Bagaimana tidak, ini adalah buku antologi pertama saya bersama rekan-rekan lainnya. Bersama para orang muda mengulik pengalaman rohani sebagai Katekis di zaman digital ini.
Seorang pewarta atau Katekis adalah pribadi yang terpanggil secara khusus. Panggilan itu adalah untuk mewartakan Injil di mana pun, kapan pun, dan kepada siapa pun. Rahmat Baptisan dan karunia Roh Kudus telah mendorong setiap orang yang memiliki kehendak baik untuk menjadi pelayan dan pembawa kabar baik dari Allah.
Pewartaan Injil bukan berarti Kristenisasi atau apapun istilahnya. Pewartaan Injil terarah kepada penyampaian Pesan Allah melalui Yesus Kristus bahwa semua manusia memiliki martabat yang sama di hadapan Allah.
Kesamaan martabat itu membawa konsekuensi bahwa semua manusia harus diperlakukan sama. Artinya, jika kita mengalami kegembiraan, maka hal itu merupakan kegembiraan orang lain. Sebaliknya, kecemasan dan kesedihan orang lain merupakan kecemasan dan kesedihan kita (lih.GS.1)
Namun, tidak mudah untuk sampai pada kemampuan menerima konsekuensi itu. Sifat dasar manusia seringkali 'menggoda' dan mendominasi untuk bertindak sebaliknya. Maka, perlu perjuangan dan usaha yang terus menerus agar sampai pada kemampuan tersebut.
Sebagai umat Kristiani, mereka yang dipanggil sebagai murid Kristus dituntut mewartakan sukacita Kerajaan Allah di dunia. Kerajaan Allah yang dimaksud adalah situasi dimana kasih tulus terus dibagikan kepada sesama manusia tanpa mengenal latar belakangnya.
Di dalam Kerajaan Allah, tidak ada orang-orang yang terlupakan karena kemiskinan, kebodohan, kesepian, kesendirian, putus asa, terlupakan, disabilitas, sakit dan terluka. Semua orang merasa diselamatkan karena menerima cinta Allah.
Inilah pewartaan yang dikabarkan Yesus dan diteruskan oleh para murid dan kita semua yang terpanggil untuk mengikuti Dia. Menjadi pengikut Kristus bukan soal identitas di KTP, melainkan identitas sebagai pribadi yang meniru Kristus sepenuhnya. Meniru tidak berarti sama.
Apa yang ditiru? Pikiran Yesus untuk menyelamatkan orang-orang yang terlupakan itu. Kemudian, perasaan Yesus yang berempati atas penderitaan orang-orang yang terlupakan. Perkataan Yesus yang penuh kasih pengampunan. Pada akhirnya, meniru tindakan nyata Yesus sebagai teman bicara, penyembuh, hakim yang adil, imam, raja dan nabi di tengah-tengah masyarakat.
Manusia sudah berbeda dan memiliki kelemahan sejak dilahirkan. Tidak ada satu manusia pun dapat menolaknya dengan alasan apapun. Berbeda bukan musibah, tetapi keindahan. Tuhan tidak pernah memandang perbedaan itu.
Panas dan hujan, udara dan air, semuanya dapat dinikmati semua manusia tanpa kecuali. Tuhan mengasihi semuanya. Pantaskah jika manusia mengakimi manusia lainnya?
"Siapa yang tidak berdosa, hendaklah melempar batu pertamanya." Demikian pesan Yesus kepada orang-orang yang berusaha untuk menghakimi sesamanya yang berbuat dosa.
"Siapa yang tidak berdosa, hendaklah melempar batu pertamanya." Demikian pesan Yesus kepada orang-orang yang berusaha untuk menghakimi sesamanya yang berbuat dosa.
Inilah pewartaan Katekis yang harus disampaikan secara kreatif agar setiap orang sungguh memahami dengan baik realitas dunia yang beragam dan indah ini. Media sosial adalah sarana komunikasi yang sesuai dengan zamannya untuk mewartakan Kerajaan Allah tersebut.
Buku ini berisi kumpulan sharing dan refleksi tentang bagaimana menjadi pewarta atau katekis zaman now. Semoga para Katekis zaman now, semakin mampu, kreatif dan berkelanjutan untuk merancang, melaksanakan, dan memperbaharui proses pewartaan yang sesuai bagi umat beriman zaman sekarang.
Salam Katekese!
👍
BalasHapusMantul 👍
BalasHapus