1. ANALISIS PERSOALAN EKOLOGIS
Fakta dan Kondisi Lingkungan
Masyarakat
Di daerah pemukiman perkotaan (urban settlement) seperti Jakarta, umumnya sudah banyak mengalami penghijauan. Penataan wilayah pemukiman di beberapa wilayah Jakarta sudah dilakukan dengan baik. Namun, di beberapa pemukiman penduduk lainnya masih ditemukan pemukiman penduduk yang jauh dari asri dan sejuk. Pemandangan di wilayah-wilayah pemukiman tersebut terkesan gersang, kering dan polusi udara. Biasanya, kondisi pemukiman demikian tampak pada pemukiman padat yang penduduk.
Gambaran pemukiman seperti yang di
gambarkan di atas tampak pada salah satu pemukiman padat penduduk di pinggiran bagian
selatan kota Jakarta. Rumah-rumah penduduk berbaris rapat tanpa celah dan
sebagian besar tidak memiliki sisa lahan terbuka. Seluruh badan jalan umum di
pemukiman tersebut telah tertutup aspal. Badan jalan berbatasan dan
bersinggungan langsung dengan pagar rumah penduduk. Tidak tampak sedikitpun
sisa lahan di jalan umum yang diperuntukkan sebagai jalur hijau. Bahkah, tidak
ditemukan pohon sama sekali di sepanjang jalan tersebut. Pemandangan teras-teras
rumah tak jauh berbeda, yaitu tidak tampak tanaman-tanaman di depan rumah. Keadaan
ini membuat tempat ini terkesan tidak asri, terasa panas dan kurang sehat.
Faktor Penyebab
Sedikitnya, kondisi yang tampak pada
salah satu sudut kota besar ini dapat terjadi karena beberapa hal. Pertama,
sebagian besar ruang yang seharusnya tersedia untuk jalur hijau telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Pengaspalan badan jalan dan pendirian lapak-lapak dagangan. Kedua, di beberapa pemukiman padat penduduk, para pemilik
lahan dan rumah mendirikan bangunan hingga batas terluar tanah miliknya untuk
mempertegas kepemilikan tanahnya. Ketiga, warga terkesan kurang memperhatikan situasi lingkungannya, khususnya rumahnya
sendiri.
Kesulitan dan Tantangan
Upaya penghijauan lingkungan pemukiman
tidak selalu berjalan lancar. Beberapa kesulitan warga untuk mewujudkan
penghijauan lingkungan tempat tinggal dapat diidentifikasi. Saat ini, pengadaan
jalur hijau di tepi jalan pemukiman sulit diwujudkan, setidaknya hingga beberapa
waktu ke depan. Kemudian, masih ada beberapa warga kurang mau terlibat aktif
menciptakan perubahan lingkungan yang lebih baik melalui gerakan penghijauan di
lingkungan rumahnya.
Fakta kondisi lingkungan di salah satu wilayah pemukiman di atas tidak terjadi begitu saja. Disadari atau tidak, berbagai pihak turut serta menciptakan kondisi yang ada. Warga masyarakat kurang memahami konsep lingkungan sehat sehingga terjadi pembiaran pada lingkungan. Di sisi lain, tampaknya penataan pemukiman dan lingkungan yang sehat kurang maksimal digalakkan. Bahkan, pelebaran dan pengaspalan jalan terkesan tidak mengakomodir aspek lingkungan yang sehat yaitu ketersediaan jalur hijau sebagai sumber oksigen dan pencegah polusi udara serta area terbuka sebagai resapan air.
Potensi Transformasi
Di tengah kepihatinan lingkungan
tersebut, ada hal positif yang dapat dijadikan kekuatan untuk mengurangi keprihatinan atas kondisi yang ada. Meskipun tidak secara signifikan, namun potensi-potensi yang
ada dapat menjadi pendorong untuk menciptakan gerakan penghijauan yang mampu
mengurangi polusi udara dan menyehatkan lingkungan. Potensi-potensi yang dimaksud antara lain
berupa ketersediaan sedikit lahan kosong. Lahan ini dapat dimanfaatkan secara
gratis untuk menyuplai tanah yang akan digunakan sebagai media tanam. Setiap warga mengupayakan
pengadaan barang-barang bekas dan tak terpakai seperti botol mineral plastik,
kaleng bekas biskuit, mangkuk plastik, ember bekas dan lain-lain. Barang-barang
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai wadah tanam.
2. PROGRAM PENDIDIKAN EKOTEOLOGI
Pendalaman Ajaran
Iman
a.
Ensiklik
Populorum Progressio
Sebelum Ensiklik Laudato Si ditulis oleh
Paus Fransiskus, beberapa paus terdahulu telah menyampaikan keprihatinannya
terhadap kondisi bumi secara umum. Para paus menyampaikan keprihatinannya
terhadap tata kelola bumi oleh manusia dari sudut iman Kristiani. Keprihatinan
para paus tersebut difokuskan kepada akibat-akibat yang ditimbulkan akibat tata
kelola bumi yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan kepentingan sekelompok
manusia secara sepihak.
Paus Paulus
VI, dalam Ensiklik Populorum Progressio
Artikel 34,
tahun 1967, mengkritisi pengelolaan potensi alam dan menekankan pentingnya
pendampingan dan upaya pemajuan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya alam. Masyarakat
perlu dilindungi agar tidak sekadar memperoleh keuntungan ekonomis tetapi
menyadari bahwa bumi harus menjadi hunian yang layak bagi manusia.
“.....
Kalau kami berbicara tentang perkembangan, yang kami maksudkan kemajuan sosial
maupun pertumbuhan ekonomi. Tidak cukup meningkatkan perbendaharaan umum
kekayaan, kemudian membagi-bagikannya secara lebih adil. Tidak cukup pula
mengembangkan teknologi sehingga bumi menjadi daerah huni yang lebih cocok bagi
manusia....”. (Populorum Progressio, 34)
Pemikiran Paus Paulus VI ini kemudian
direfleksikan dan dibandingkan dengan kondisi umum lingkungan dan pemukiman
masyarakat yang tidak cocok sebagai daerah hunian manusia yang sehat. Disadari
atau tidak, aspek perlindungan masyarakat kurang mendapat perhatian akibat pengambilan
keuntungan ekonomis atas pengelolaan tata pemukiman.
b.
Ensiklik
Centessimus
Annus
Keprihatinan lingkungan yang digambarkan Paus Yohanes Paulus II, dalam Ensiklik Centessimus
Annus Artikel 37, tahun 1991, menyoroti soal
lingkungan hidup karena manusia lebih ingin memiliki dan menikmati dari pada
menemukan dan mengembangkan dirinya, ia secara berlebihan dan tidak teratur
menyerap sumber-sumber daya bumi maupun hidupnya sendiri.
“Di balik
pengerusakan alam lingkungan yang bertentangan dengan akal sehat ada
kesesatan di bidang antropologi, yang memang sudah tersebar luas....” (Centessimus Annus, 37).
Keprihatinan Paus Yohanes Paulus II ini
dapat dicermati pada kondisi pemukiman masyarakat yang kurang memperhatikan
pengembangan dirinya (baca: lingkungan tempat tinggal). Masyarakat mengabaikan
faktor kesehatan dan kelestarian lingkungan dan “menyamankan diri” dengan
kondisi yang ada tanpa melakukan upaya-upaya perubahan. Dalam hal ini,
masyarakat hendaknya memperhatikan juga tata kelola hunian yang baik dan
ketersediaan udara bersih dan sehat yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan.
c.
Ensiklik
Laudato Si
Paus
Fransiskus, dalam Ensiklik
Laudato Si tahun 2013 menegaskan bagian utama
iman kita adalah kewajiban untuk peduli terhadap lingkungan hidup. Salah satu keprihatinan
utama lingkungan adalah keserakahan manusia yang tercermin dalam ‘budaya mudah
membuang’ (throw away culture). Paus Fransiskus mengingatkan kata-kata Patriarkh
Bartolomeus tentang pertobatan terhadap bumi,
“... sekecil
apa pun kerusakan ekologis yang kita timbulkan”, kita dipanggil untuk mengakui
“kontribusi kita, kecil atau besar, terhadap luka-luka dan kerusakan alam
ciptaan” (Laudato Si, 8).
Keprihatinan Paus Fransiskus ini tampak
pada gambaran kondisi pemukiman masyarakat yang panas dan gersang karena
ketiadaan pohon-pohon yang merupakan penghasil oksigen, kebutuhan utama
manusia. Masyarakat dengan mudah “membuang” pohon untuk memenuhi kebutuhan
“kenyamanan” lalu lintas jalan yang lebar. Tindakan ini bahkan tidak memberikan
nilai estetika pada jalan, artinya sekadar pemenuhan kebutuhan tanpa
mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi masyarakat itu sendiri.
d.
Nota
Pastoral Konferensi Waligereja Indonesia Tahun 2013
Konferensi Waligereja Indonesia dalam Nota
Pastoral tanggal 22 April 2013 tentang Keterlibatan Gereja dalam Melestarikan
Keutuhan Ciptaan turut menyatakan keprihatinan atas kondisi lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan akibat ulah manusia akibat upaya peningkatan pertumbuhan
ekonomi, tidak mempedulikan kondisi lingkungan hidup.
Pernyataan para Uskup se-Indonesia ini
mengamini kondisi yang sungguh-sungguh menjadi keprihatinan masyarakat dalam
konteks yang lebih sempit di lingkungan pemukiman. Keprihatinan ini tentu harus
ditanggapi dengan membuat upaya-upaya perubahan yang nyata dimulai dari lingkup
terkecil masyarakat. Selanjutnya, upaya-upaya ini dapat menjadi gerakan bersama
dan menjadi habituasi bagi masyarakat untuk kebaikan masyarakat itu sendiri.
Gagasan
Gerakan Konkret
Setelah melihat kondisi nyata di
masyarakat dan memperhatikan berbagai catatan-catatan keprihatinan iman, maka
tindakan selanjutnya adalah menanggapi keprihatinan itu dalam sebuah pemikiran
yang transformatif untuk membuat perubahan lingkungan menjadi lebih baik. Pemikiran
tersebut dituangkan menjadi sebuah gerakan yang bersifat ekologis karena
bertujuan memberi dampak perubahan bagi lingkungan hidup. Meskipun dalam skala
kecil, gerakan ini diharapkan membawa sebuah perubahan pola pikir tentang
lingungan hidup yang sehat dan menjadi habituasi yang terus menerus. Selain
itu, gerakan ini hendaknya dapat menginspirasi orang lain (misalnya: tetangga,
teman, saudara, kenalan dan lain-lain) untuk melakukan tindakan yang tidak
harus sama namun memiliki tujuan yang sama yaitu lingkungan hidup yang lebih
baik.
Sebuah proyek ekologis berupa konsep penghijauan
lingkungan digulirkan untuk menjawab keprihatinan warga atas kurangnya
penghijauan di lingkungan. Konsep penghijauan lingkungan ini akan dituangkan
dalam sebuah gerakan penanaman tanaman hijau dan bernilai ekonomis dalam pot oleh
warga di setiap rumah. Proyek yang dimaksud adalah penggalakan penanaman
tanaman yang tidak hanya menghasilkan oksigen bagi manusia, namun dapat
membantu ketahanan ekonomi warga. Proyek sederhana ini berupa penanaman tanaman
dalam pot di lingkungan rumah yang terbatas. Tanaman yang menjadi objek tidak
hanya pohon hias seperti bunga-bunga pada umumnya, tetapi pohon-pohon seperti
sayur, cabai, apotik hidup, dan tanaman lain yang dapat ditanam dan dirawat
dengan mudah.
Gagasan ini terinspirasi dari gerakan pengendalian Covid-19 “Jogo Tonggo” di Kota Semarang yang secara paralel membuat gerakan ketahanan pangan bagi masyarakat setempat di atas lahan yang terbatas. Proyek ini menjadi sarana bagi warga untuk menunjukkan kepedulian mereka untuk menghijaukan rumah dan lingkungan sekaligus mengurangi polusi udara. Gerakan ini akan dilakukan secara bertahap sesuai kondisi terkini di masa pandemi Covid-19 dan sarana untuk mewujudkan kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan. Yang paling utama adalah mengupayakan sebuah pola pemikiran baru tentang manfaat penghijauan di lingkungan rumah dan dampaknya bagi lingkungan dan warga setempat. Kemudian, mengubah mindset warga bahwa penghijauan dapat dilakukan dengan cara-cara sederhana dan menyenangkan. Selanjutnya, upaya-upaya ini dapat menjadi gerakan bersama dan menjadi habituasi bagi masyarakat untuk kebaikan masyarakat itu sendiri.***
3. DAFTAR REFERENSI
Jillian
Du (WRI) dan Anjali Mahendra (WRI). (2019, Februari 4). 3 Permasalahan
yang Timbul Akibat Pertumbuhan Kota Tanpa Tata Kelola yang Baik. Diambil
kembali dari WRI Indonesia:
https://wri-indonesia.org/id/blog/3-permasalahan-yang-timbul-akibat-pertumbuhan-kota-tanpa-tata-kelola-yang-baik
Paus Fransiskus.
(2020, Februari 6). Laudato Si'. Diambil kembali dari Dokpen
Konferensi Waligereja Indonesia:
http://www.dokpenkwi.org/2020/02/05/seri-dokumen-gerejawi-2/
Perdamaian, K. K.
(2020, Maret 5). Kompendium Ajaran Sosial Gereja. Diambil kembali dari
vatican.va:
http://www.vatican.va/roman_curia/pontifical_councils/justpeace/documents/rc_pc_justpeace_doc_20060526_compendio-dott-soc_id.html
Shofa/JNS, J. N.
(2020, April 30). Hadapi Pandemi, Jogo Tonggo Jadi Cara Jateng Pastikan
Stok Pangan. Diambil kembali dari Berita SATU:
https://www.beritasatu.com/pemda/626903-hadapi-pandemi-jogo-tonggo-jadi-cara-jateng-pastikan-stok-pangan
TENGAH, P. P. (2020,
April 25). Jogo Tonggo Mulai Diaplikasikan Lewat Tanam Singkong.
Diambil kembali dari Portal PPID Prov. Jateng:
https://ppid.jatengprov.go.id/jogo-tonggo-mulai-diaplikasikan-lewat-tanam-singkong/
Bumi itu rumah kita, bukan rumah satu orang. Jangan merasa memiliki bumi utk diri sendiri. Jaga dan lestarikan untuk anak cucu.
BalasHapusKebanyakan aspal menutup jalan. Saluran air sebagian ada, tapi tdk berfungsi. Kemana resapan air?
BalasHapus