Jumat, 16 Oktober 2020

ANALISIS PERSOALAN EKOLOGIS dan PROGRAM PENDIDIKAN EKOTEOLOGI

  Oleh: Penulis


1. ANALISIS PERSOALAN EKOLOGIS

Fakta dan Kondisi Lingkungan Masyarakat

Di daerah pemukiman perkotaan (urban settlement) seperti Jakarta, umumnya sudah banyak mengalami penghijauan. Penataan wilayah pemukiman di beberapa wilayah Jakarta sudah dilakukan dengan baik. Namun, di beberapa pemukiman penduduk lainnya masih ditemukan pemukiman penduduk yang jauh dari asri dan sejuk. Pemandangan di wilayah-wilayah pemukiman tersebut terkesan gersang, kering dan polusi udara. Biasanya, kondisi pemukiman demikian tampak pada pemukiman padat yang penduduk.



Gambaran pemukiman seperti yang di gambarkan di atas tampak pada salah satu pemukiman padat penduduk di pinggiran bagian selatan kota Jakarta. Rumah-rumah penduduk berbaris rapat tanpa celah dan sebagian besar tidak memiliki sisa lahan terbuka. Seluruh badan jalan umum di pemukiman tersebut telah tertutup aspal. Badan jalan berbatasan dan bersinggungan langsung dengan pagar rumah penduduk. Tidak tampak sedikitpun sisa lahan di jalan umum yang diperuntukkan sebagai jalur hijau. Bahkah, tidak ditemukan pohon sama sekali di sepanjang jalan tersebut. Pemandangan teras-teras rumah tak jauh berbeda, yaitu tidak tampak tanaman-tanaman di depan rumah. Keadaan ini membuat tempat ini terkesan tidak asri, terasa panas dan kurang sehat.

Faktor Penyebab

Sedikitnya, kondisi yang tampak pada salah satu sudut kota besar ini dapat terjadi karena beberapa hal. Pertama, sebagian besar ruang yang seharusnya tersedia untuk jalur hijau telah  dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Pengaspalan badan jalan dan pendirian lapak-lapak dagangan. Kedua, di beberapa pemukiman padat penduduk, para pemilik lahan dan rumah mendirikan bangunan hingga batas terluar tanah miliknya untuk mempertegas kepemilikan tanahnya. Ketiga, warga terkesan kurang memperhatikan situasi lingkungannya, khususnya rumahnya sendiri. 

Kesulitan dan Tantangan

Upaya penghijauan lingkungan pemukiman tidak selalu berjalan lancar. Beberapa kesulitan warga untuk mewujudkan penghijauan lingkungan tempat tinggal  dapat diidentifikasi. Saat ini, pengadaan jalur hijau di tepi jalan pemukiman sulit diwujudkan, setidaknya hingga beberapa waktu ke depan. Kemudian, masih ada beberapa warga kurang mau terlibat aktif menciptakan perubahan lingkungan yang lebih baik melalui gerakan penghijauan di lingkungan rumahnya.   

Fakta kondisi lingkungan di salah satu wilayah pemukiman di atas tidak terjadi begitu saja. Disadari atau tidak, berbagai pihak turut serta menciptakan kondisi yang ada. Warga masyarakat kurang memahami konsep lingkungan sehat sehingga terjadi pembiaran pada lingkungan. Di sisi lain, tampaknya penataan pemukiman dan lingkungan yang sehat kurang maksimal digalakkan. Bahkan, pelebaran dan pengaspalan jalan terkesan tidak mengakomodir aspek lingkungan yang sehat yaitu ketersediaan jalur hijau sebagai sumber oksigen dan pencegah polusi udara serta area terbuka sebagai resapan air.  

Potensi Transformasi

Di tengah kepihatinan lingkungan tersebut, ada hal positif yang dapat dijadikan kekuatan untuk mengurangi keprihatinan atas kondisi yang ada. Meskipun tidak secara signifikan, namun potensi-potensi yang ada dapat menjadi pendorong untuk menciptakan gerakan penghijauan yang mampu mengurangi polusi udara dan menyehatkan lingkungan.  Potensi-potensi yang dimaksud antara lain berupa ketersediaan sedikit lahan kosong. Lahan ini dapat dimanfaatkan secara gratis untuk menyuplai tanah yang akan digunakan sebagai media tanam. Setiap warga mengupayakan pengadaan barang-barang bekas dan tak terpakai seperti botol mineral plastik, kaleng bekas biskuit, mangkuk plastik, ember bekas dan lain-lain. Barang-barang tersebut dapat dimanfaatkan sebagai wadah tanam. 

  



2.  PROGRAM PENDIDIKAN EKOTEOLOGI

  Pendalaman Ajaran Iman

a.    Ensiklik Populorum Progressio

Sebelum Ensiklik Laudato Si ditulis oleh Paus Fransiskus, beberapa paus terdahulu telah menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi bumi secara umum. Para paus menyampaikan keprihatinannya terhadap tata kelola bumi oleh manusia dari sudut iman Kristiani. Keprihatinan para paus tersebut difokuskan kepada akibat-akibat yang ditimbulkan akibat tata kelola bumi yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan kepentingan sekelompok manusia secara sepihak.

Paus Paulus VI, dalam Ensiklik Populorum Progressio Artikel  34, tahun 1967, mengkritisi pengelolaan potensi alam dan menekankan pentingnya pendampingan dan upaya pemajuan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya alam. Masyarakat perlu dilindungi agar tidak sekadar memperoleh keuntungan ekonomis tetapi menyadari bahwa bumi harus menjadi hunian yang layak bagi manusia.

“..... Kalau kami berbicara tentang perkembangan, yang kami maksudkan kemajuan sosial maupun pertumbuhan ekonomi. Tidak cukup meningkatkan perbendaharaan umum kekayaan, kemudian membagi-bagikannya secara lebih adil. Tidak cukup pula mengembangkan teknologi sehingga bumi menjadi daerah huni yang lebih cocok bagi manusia....”. (Populorum Progressio, 34)

Pemikiran Paus Paulus VI ini kemudian direfleksikan dan dibandingkan dengan kondisi umum lingkungan dan pemukiman masyarakat yang tidak cocok sebagai daerah hunian manusia yang sehat. Disadari atau tidak, aspek perlindungan masyarakat kurang mendapat perhatian akibat pengambilan keuntungan ekonomis atas pengelolaan tata pemukiman.

b.    Ensiklik Centessimus Annus

Keprihatinan  lingkungan yang digambarkan  Paus Yohanes Paulus II, dalam Ensiklik Centessimus Annus Artikel 37, tahun 1991, menyoroti soal lingkungan hidup karena manusia lebih ingin memiliki dan menikmati dari pada menemukan dan mengembangkan dirinya, ia secara berlebihan dan tidak teratur menyerap sumber-sumber daya bumi maupun hidupnya sendiri.

“Di balik pengerusakan alam lingkungan yang bertentangan dengan akal sehat ada kesesatan  di bidang antropologi, yang memang sudah tersebar luas....” (Centessimus Annus, 37).

Keprihatinan Paus Yohanes Paulus II ini dapat dicermati pada kondisi pemukiman masyarakat yang kurang memperhatikan pengembangan dirinya (baca: lingkungan tempat tinggal). Masyarakat mengabaikan faktor kesehatan dan kelestarian lingkungan dan “menyamankan diri” dengan kondisi yang ada tanpa melakukan upaya-upaya perubahan. Dalam hal ini, masyarakat hendaknya memperhatikan juga tata kelola hunian yang baik dan ketersediaan udara bersih dan sehat yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan.

c.    Ensiklik Laudato Si

Paus Fransiskus, dalam Ensiklik Laudato Si tahun 2013 menegaskan bagian utama iman kita adalah kewajiban untuk peduli terhadap lingkungan hidup. Salah satu keprihatinan utama lingkungan adalah keserakahan manusia yang tercermin dalam ‘budaya mudah membuang’ (throw away culture). Paus Fransiskus mengingatkan kata-kata Patriarkh Bartolomeus tentang pertobatan terhadap bumi,

“... sekecil apa pun kerusakan ekologis yang kita timbulkan”, kita dipanggil untuk mengakui “kontribusi kita, kecil atau besar, terhadap luka-luka dan kerusakan alam ciptaan” (Laudato Si, 8).

Keprihatinan Paus Fransiskus ini tampak pada gambaran kondisi pemukiman masyarakat yang panas dan gersang karena ketiadaan pohon-pohon yang merupakan penghasil oksigen, kebutuhan utama manusia. Masyarakat dengan mudah “membuang” pohon untuk memenuhi kebutuhan “kenyamanan” lalu lintas jalan yang lebar. Tindakan ini bahkan tidak memberikan nilai estetika pada jalan, artinya sekadar pemenuhan kebutuhan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi masyarakat itu sendiri.

d.   Nota Pastoral Konferensi Waligereja Indonesia Tahun 2013

Konferensi Waligereja Indonesia dalam Nota Pastoral tanggal 22 April 2013 tentang Keterlibatan Gereja dalam Melestarikan Keutuhan Ciptaan turut menyatakan keprihatinan atas kondisi lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan akibat ulah manusia akibat upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi, tidak mempedulikan kondisi lingkungan hidup.

Pernyataan para Uskup se-Indonesia ini mengamini kondisi yang sungguh-sungguh menjadi keprihatinan masyarakat dalam konteks yang lebih sempit di lingkungan pemukiman. Keprihatinan ini tentu harus ditanggapi dengan membuat upaya-upaya perubahan yang nyata dimulai dari lingkup terkecil masyarakat. Selanjutnya, upaya-upaya ini dapat menjadi gerakan bersama dan menjadi habituasi bagi masyarakat untuk kebaikan masyarakat itu sendiri.

Gagasan Gerakan Konkret

Setelah melihat kondisi nyata di masyarakat dan memperhatikan berbagai catatan-catatan keprihatinan iman, maka tindakan selanjutnya adalah menanggapi keprihatinan itu dalam sebuah pemikiran yang transformatif untuk membuat perubahan lingkungan menjadi lebih baik. Pemikiran tersebut dituangkan menjadi sebuah gerakan yang bersifat ekologis karena bertujuan memberi dampak perubahan bagi lingkungan hidup. Meskipun dalam skala kecil, gerakan ini diharapkan membawa sebuah perubahan pola pikir tentang lingungan hidup yang sehat dan menjadi habituasi yang terus menerus. Selain itu, gerakan ini hendaknya dapat menginspirasi orang lain (misalnya: tetangga, teman, saudara, kenalan dan lain-lain) untuk melakukan tindakan yang tidak harus sama namun memiliki tujuan yang sama yaitu lingkungan hidup yang lebih baik.

Sebuah proyek ekologis berupa konsep penghijauan lingkungan digulirkan untuk menjawab keprihatinan warga atas kurangnya penghijauan di lingkungan. Konsep penghijauan lingkungan ini akan dituangkan dalam sebuah gerakan penanaman tanaman hijau dan bernilai ekonomis dalam pot oleh warga di setiap rumah. Proyek yang dimaksud adalah penggalakan penanaman tanaman yang tidak hanya menghasilkan oksigen bagi manusia, namun dapat membantu ketahanan ekonomi warga. Proyek sederhana ini berupa penanaman tanaman dalam pot di lingkungan rumah yang terbatas. Tanaman yang menjadi objek tidak hanya pohon hias seperti bunga-bunga pada umumnya, tetapi pohon-pohon seperti sayur, cabai, apotik hidup, dan tanaman lain yang dapat ditanam dan dirawat dengan mudah.

Gagasan ini terinspirasi dari gerakan pengendalian Covid-19 “Jogo Tonggo” di Kota Semarang yang secara paralel membuat gerakan ketahanan pangan bagi masyarakat setempat di atas lahan yang terbatas. Proyek ini menjadi sarana bagi warga untuk menunjukkan kepedulian mereka untuk menghijaukan rumah dan lingkungan sekaligus mengurangi polusi udara. Gerakan ini akan dilakukan secara bertahap sesuai kondisi terkini di masa pandemi Covid-19 dan sarana untuk mewujudkan kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan. Yang paling utama adalah mengupayakan sebuah pola pemikiran baru tentang manfaat penghijauan di lingkungan rumah dan dampaknya bagi lingkungan dan warga setempat. Kemudian, mengubah mindset warga bahwa penghijauan dapat dilakukan dengan cara-cara sederhana dan menyenangkan. Selanjutnya, upaya-upaya ini dapat menjadi gerakan bersama dan menjadi habituasi bagi masyarakat untuk kebaikan masyarakat itu sendiri.*** 

3.  DAFTAR REFERENSI

Jillian Du (WRI) dan Anjali Mahendra (WRI). (2019, Februari 4). 3 Permasalahan yang Timbul Akibat Pertumbuhan Kota Tanpa Tata Kelola yang Baik. Diambil kembali dari WRI Indonesia: https://wri-indonesia.org/id/blog/3-permasalahan-yang-timbul-akibat-pertumbuhan-kota-tanpa-tata-kelola-yang-baik

Paus Fransiskus. (2020, Februari 6). Laudato Si'. Diambil kembali dari Dokpen Konferensi Waligereja Indonesia: http://www.dokpenkwi.org/2020/02/05/seri-dokumen-gerejawi-2/

Perdamaian, K. K. (2020, Maret 5). Kompendium Ajaran Sosial Gereja. Diambil kembali dari vatican.va: http://www.vatican.va/roman_curia/pontifical_councils/justpeace/documents/rc_pc_justpeace_doc_20060526_compendio-dott-soc_id.html

Shofa/JNS, J. N. (2020, April 30). Hadapi Pandemi, Jogo Tonggo Jadi Cara Jateng Pastikan Stok Pangan. Diambil kembali dari Berita SATU: https://www.beritasatu.com/pemda/626903-hadapi-pandemi-jogo-tonggo-jadi-cara-jateng-pastikan-stok-pangan

TENGAH, P. P. (2020, April 25). Jogo Tonggo Mulai Diaplikasikan Lewat Tanam Singkong. Diambil kembali dari Portal PPID Prov. Jateng: https://ppid.jatengprov.go.id/jogo-tonggo-mulai-diaplikasikan-lewat-tanam-singkong/

 

https://www.youtube.com/watch?v=94bKB94bs8M 

2 komentar:

  1. Bumi itu rumah kita, bukan rumah satu orang. Jangan merasa memiliki bumi utk diri sendiri. Jaga dan lestarikan untuk anak cucu.

    BalasHapus
  2. Kebanyakan aspal menutup jalan. Saluran air sebagian ada, tapi tdk berfungsi. Kemana resapan air?

    BalasHapus