Saya bukan penikmat fanatik
suatu genre film. Apapun jenisnya, saya akan menontonnya dengan penuh
perhatian. Bagi saya, masing-masing film memiliki kekhasannya.
Suatu hari, sepulang mengajar di sekolah, saya menyalakan televisi di dapur sambil menikmati secangkir kopi pahit dan tiga potong risol mayonnaise buatan istri saya. Pilihan channel televisi saya hentikan pada sebuah tayangan film kolosal dari dari luar negeri. Hmm...film apa ya?
Secuplik Cerita
Ingatan saya masih jelas merekam
adegan seseorang ketika menarik tali busur panah bersama anak panahnya. Ia
tidak tampak membidik sasaran apapun. Saya berpikir, betapa hebatnya tokoh ini.
Tak lama, anak panah itu
dilepas dan melesat jauh menemui sasarannya. Adegan beralih pada sebuah gambar
dimana seseorang terbaring kesakitan sambil memegang sebuah anak panah yang
tertancap di dadanya.
Saya terkejut dan kagum sambil
memuji si pemanah yang mampu mengarahkan anak panah ke sasarannya dengan
tepat. Semula saya mengira seseorang itu
adalah musuh si pemanah. Ternyata, si pemanah pun terkejut melihat orang yang
menjadi sasaran anak panahnya itu.
Dugaan saya benar, si
pemanah telah salah sasaran. Ternyata, ia tidak bermaksud memanah orang
tersebut. Tapi apa hendak dikata, semuanya sudah terlanjur terjadi. Orang
tersebut kemudian tak tertolong dan meninggal.
Orang yang meninggal itu
ternyata putra sepasang suami isteri yang sudah sangat tua dan keduanya buta.
Sang putra ketika itu sedang mencari air untuk diberikan sebagai air minum bagi
kedua orangtuanya itu. Betapa malangnya nasib kedua orang tua itu kini.
Menilik Adonan
Seorang ksatria pemanah biasanya merupakan
orang yang memiliki daya fokus dan keahlian yang mumpuni. Ia mampu menguasai
pikirannya dan berkonsentrasi pada sasarannya dengan baik. Mereka umumnya
sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan.
Cuplikan peristiwa dalam
film tadi menunjukkan bahwa ciri-ciri ksatria pemanah tidak tampak dalam tokoh
pemanah tadi. Mungkin saja si pemanah tidak sedang ingin memanah sehingga ia
terkesan asal-asalan.
Tapi, akibat yang
ditimbulkannya sungguh sangat berat hingga menghilangkan nyawa manusia. Tidak
hanya itu, ada penderitaan yang dialami orang lain yang masih hidup karena
relasi yang terputus.
Insight
Apa yang terjadi dalam kisah di atas, juga
biasa terjadi dalam kehidupan manusia umumnya. Orang seringkali melakukan
tindakan tanpa berpikir dengan cermat tentang berbagai hal sebelum melakukan
sesuatu.
Contoh sederhana yang
mirip dengan kisah di atas adalah tindakan dalam hal berkata-kata. Kata-kata dapat
dianalogikan dengan anak panah dan muiut dapat dianalogikan dengan busur.
Kata-kata seringkali
mudah terucap dari mulut seseorang tanpa kendali. Pikiran pun berada dalam
posisi bebas kendali. Tak jarang, kata-kata yang melesat dan sampai kepada
orang lain menjadi “batu sandungan.” Kata-kata yang diluncurkan tanpa berpikir terlebih
dahulu dapat menyakiti orang yang dituju.
Baik panah ataupun kata
akan sulit dikendalikan jika sudah terlepas. Ia akan melesat cepat untuk
mencapai tujuannya dan tidak mempedulikan apa yang terjadi dengan obyek yang
dituju.
Refleksi
Orang bijak mengatakan, “Pikir
dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna.” Peribahasa ini memilik arti
yaitu jika ingin melakukan atau mengerjakan sesuatu, sebaiknya mempertimbangkan
dulu baik buruknya.
Sungguh tepat peribahasa
itu bila disandingkan dengan insight yang diperoleh. Sulit menarik kata-kata
atau anak panah yang sudah dilepaskan. Maka, pikiran harus difokuskan pada
tujuan dan akibat yang mungkin akan terjadi.
Tentu tidak ada ruginya
bila mempertimbangkan segala sesuatu dengan baik dan memperhitungkan baik
buruknya. Semoga kisah di atas memberi pengetahuan berharga dan menyegarkan
nasihat yang kita terima dari para orangtua.
Salam literasi!
super sekali tulisannya
BalasHapusTrimakasih Om Jay, salam sehat. Saya doakan setiap hari, semoga lekas sembuh ya om.
HapusSalam literasi.