Senin, 21 Desember 2020

DARI DEBU KEMBALI MENJADI DEBU

Pengalaman Manusia          

             Dalam beberapa peristiwa, ungkapan itu mengingatkan akan rapuhnya manusia di dunia ini. Daging yang membentuk jasad manusia tak jarang kurang disadari sebagai sebuah kefanaan. 

            Kurangnya kesadaran itu tampak dalam perilaku manusia yang menganggap dirinya abadi. Manusia selalu berusaha agar dapat hidup selamanya. Bahkan, disaat ajal kematian menghampiri, manusia selalu berusaha untuk menjauh.

            Tubuh ini dianggap sebagai penjara jasmani. Jiwa yang ada di dalamnya berusaha setia kepada Pencipta-Nya, namun tubuh seringkali berpaling dari-Nya. Jika demikian, mengapa manusia berusaha mempertahankannya?

Spiritualitas kepada Sang Ilahi

Manusia diciptakan dari debu dan akan kembali ke debu. Dari situlah asal dan tujuan tubuh jasmani ini. Tapi jiwa tidak akan kembali menjadi debu tanah. Ia akan kembali kepada Pemiliknya, yaitu Sang Ilahi.

Jika ajal akan menjemput, disitulah bel hidup terakhir akan berbunyi. Rajutan benang kehidupan akan diputuskan oleh-Nya dan kita bersiap menghadap-Nya.

  “Tubuh mempunyai keinginan yang tidak kita ketahui. Mereka dipisahkan karena alasan duniawi dan dipisahkan di ujung bumi. Namun, jiwa tetap ada di tangan cinta… terus hidup… sampai kematian datang  dan menyeret mereka kepada Tuhan…” (Kahlil Gibran)

          Jika kita sungguh2 memahami makna kematian, maka sesungguhnya itulah yang kita harapkan. Sebuah sarana perjumpaan dengan Sang Pencipta melalui kematian. Bukankah itu sebuah kerinduan? Maka kematian merupakan saudari yang dijumpai dan ia membawa kita pada-Nya.

Tubuh jasmani menyatu dengan ibu bumi, dan tubuh rohani kembali pada-Nya. Tangisan hanya perpisahan pada tubuh jasmani, tapi sukacita menghantar tubuh rohani dalam perjalanannya kepada sang Pencipta. (())

3 komentar: