Minggu, 20 Desember 2020

DIPANGGIL SEBAGAI SAKSI KASIH

Keluarga merupakan ladang tempat menyemai benih-benih kasih dan sarana pewartaan Kabar Sukacita Kerajaan Allah. Di dalam keluarga, dua pribadi, laki-laki dan perempuan dipanggil untuk berjanji setia dan sehidup semati dalam hidup kebersamaannya. 

Dalam hidup kebersamaan itu, mereka hidup dalam tugas kenabiannya masing-masing sebagai pengikut Kristus. Pelaksanaan tugas kenabiaan itu memerlukan sebuah spiritualitas yang bersifat misioner karena mengemban sebuah misi keluarga.

Spiritualitas sebuah panggilan dalam semangat misioner, Olla (2008) mengatakan bahwa “Seorang misioner pada dasarnya dipanggil untuk memelihara dan memupuk dalam hidupnya kepekaan akan karya Roh Kudus” (hlm. 127).

Karya Roh Kudus itu adalah pembentukan semangat dan sikap hati untuk semakin mengenal dan menyerupai Yesus Kristus. Roh Kudus juga yang membentuk bagian internal setiap pribadi dan membuatnya sebagai saksi Kristus.

Kesaksian yang ditunjukkan terungkap dalam pemikiran, perasaan dan perilaku hidup sehari-hari. Karya Roh Kudus menuntun seseorang membangun relasi secara intim (mendalam) dengan Yesus Kristus. Dengan demikian, perilaku hidup pun akan menyerupai hidup Kristus yang penuh kasih. Disinilah kesaksian kasih tampak dalam panggilan hidup keluarga.

Dituntun Oleh Roh Kudus

Dalam Kitab Suci, relasi Yesus dan Roh Kudus digambarkan setara dengan relasi Yesus dengan Bapa-Nya. Suatu kesatuan yang intim yang disebut Allah Trinitas. Kehadiran Roh Kudus hadir dalam misteri Paskah dan berlanjut pada sengsara dan wafat-Nya. Roh Kudus juga berkarya dalam hidup para rasul dan memimpin mereka dalam pewartaan kebangkitan Kristus dan Kerajaan Allah.

Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, kata “menjadi saksi” menunjuk pada pengalaman hidup beriman akan Kristus. Surat Yohanes yang pertama  menyebutkan tentang seluruh peristiwa yang didengar, dilihat dan disaksikan oleh mata, serta diraba dengan tangan para rasul tentang Firman Hidup, ditulis dan dikabarkan kepada semua orang (bdk.1Yoh 1:1-2).

Yesus sendiri menegaskan mengenai kehadiran Roh Penghibur yang diutus-Nya dari Bapa merupakan Roh Kebenaran yang akan bersaksi tentang Diri-Nya (Yoh 15:26-27). Semua itu menunjukkan kedalaman jiwa yang hendaknya dimiliki oleh setiap pribadi dalam menjalankan tugas perutusannya. Seorang murid Kristus tidak dapat menunjukkan kesaksiannya tentang Kristus tanpa meletakkan ketaatan pada Roh Kudus dan pengalaman akan Kristus (hlm. 131).

Seorang pengikut Kristus dipanggil untuk memelihara dan memupuk kepekaan (sense) akan karya Roh Kudus dalam hidupnya. Kepekaan ini merupakan hal utama dalam menjalankan panggilan hidup keluarga.

Santa Teresa dari Lisieux atau Santa Teresa dari Kanak-Kanak Yesus, dalam Vivre D’amour (1985) mengatakan bahwa “Hidup dari Kasih adalah memberi tanpa menghitung, tanpa menuntut balasan dari dunia sini … ketika sungguh mengasihi, tiada pernah ada perhitungan … kuberikan semua … dan tidak kupunya hal lain lagi kecuali kekayaanku hidup dari Kasih” (hlm. 127).

Karya Roh Kudus membentuk dan mengarahkan setiap pribadi kepada Kristus dan bersaksi tentang Kristus.

Kesaksian tentang Kristus menjadi bentuk ekspresi sekaligus aktualisasi diri setiap pribadi yang dipanggil dalam hidup berkeluarga sebagai pengikut Kristus . Itulah buah atau hasil karya Roh Kudus. Buah-buah Roh Kudus itu dapat berupa pengalaman rohani akan Kristus.

Menghayati Misteri Hidup Kristus

Setiap murid Kristus dipanggil untuk mengikuti hidup dan meneladani pengorbanan Kristus. Hidup Yesus menjadi contoh tertinggi dalam panggilan hidup masing-masing. Yang dimaksud dengan mengikuti Kristus bukan meniru tindakan-tindakan Yesus secara lahiriah.   Maka secara keseluruhan, kesatuan umat beriman (Gereja) diarahkan oleh Roh Kudus agar memiliki relasi yang mendalam (intim) dengan Kristus. Kesatuan relasi yang intim  itu menunjuk pada sikap dan tindakan yang menyerupai Kristus, baik pikiran, perasaan dan perbuatan-Nya.

Selain kesatuan yang mendalam dengan Kristus, seorang murid Kristus dalam tugas panggilan mengikuti spiritualitas Yesus sendiri dalam bentuk sikap pengosongan diri secara total. Sikap yang dimaksud adalah upaya untuk mengambil rupa sebagai seorang hamba seperti yang dicontohkan oleh Yesus sendiri. Yesus mengambil rupa seorang hamba, merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati bahkan sampai mati di kayu salib (bdk. Flp 2:5-8). Sikap ini merupakan bagian integral dan penting dari spiritualitas itu sendiri. Seorang murid Kristus mengendalikan diri dengan menghindari ketenaran diri (ingin menang sendiri) dan menyesuaikan hidupnya sesuai dengan kehendak Allah.()

Tidak ada komentar:

Posting Komentar