Keluarga merupakan ladang tempat menyemai benih-benih kasih dan sarana pewartaan Kabar Sukacita Kerajaan Allah. Di dalam keluarga, dua pribadi, laki-laki dan perempuan dipanggil untuk berjanji setia dan sehidup semati dalam hidup kebersamaannya.
Dalam hidup kebersamaan itu,
mereka hidup dalam tugas kenabiannya masing-masing sebagai pengikut Kristus.
Pelaksanaan tugas kenabiaan itu memerlukan sebuah spiritualitas yang bersifat
misioner karena mengemban sebuah misi keluarga.
Spiritualitas sebuah panggilan dalam semangat misioner, Olla (2008)
mengatakan bahwa “Seorang misioner pada dasarnya dipanggil untuk memelihara dan
memupuk dalam hidupnya kepekaan akan karya Roh Kudus” (hlm. 127).
Karya Roh Kudus itu adalah pembentukan semangat dan sikap hati untuk
semakin mengenal dan menyerupai Yesus Kristus. Roh Kudus juga yang membentuk
bagian internal setiap pribadi dan membuatnya sebagai saksi Kristus.
Kesaksian yang ditunjukkan terungkap dalam
pemikiran, perasaan dan perilaku hidup sehari-hari. Karya Roh Kudus menuntun
seseorang membangun relasi secara intim (mendalam) dengan Yesus Kristus. Dengan
demikian, perilaku hidup pun akan menyerupai hidup Kristus yang penuh kasih.
Disinilah kesaksian kasih tampak dalam panggilan hidup keluarga.
Dituntun Oleh Roh Kudus
Dalam Kitab Suci, relasi Yesus dan Roh Kudus
digambarkan setara dengan relasi Yesus dengan Bapa-Nya. Suatu kesatuan
yang intim yang disebut Allah Trinitas. Kehadiran Roh Kudus hadir dalam misteri
Paskah dan berlanjut pada sengsara dan wafat-Nya. Roh Kudus juga berkarya dalam
hidup para rasul dan memimpin mereka dalam pewartaan kebangkitan Kristus dan
Kerajaan Allah.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, kata “menjadi
saksi” menunjuk pada pengalaman hidup beriman akan Kristus. Surat Yohanes yang
pertama menyebutkan tentang seluruh
peristiwa yang didengar, dilihat dan disaksikan oleh mata, serta diraba dengan
tangan para rasul tentang Firman Hidup, ditulis dan dikabarkan kepada semua
orang (bdk.1Yoh 1:1-2).
Yesus sendiri menegaskan mengenai kehadiran Roh
Penghibur yang diutus-Nya dari Bapa merupakan Roh Kebenaran yang akan bersaksi
tentang Diri-Nya (Yoh 15:26-27). Semua itu menunjukkan kedalaman jiwa yang
hendaknya dimiliki oleh setiap pribadi dalam menjalankan tugas perutusannya.
Seorang murid Kristus tidak dapat menunjukkan kesaksiannya tentang Kristus
tanpa meletakkan ketaatan pada Roh Kudus dan pengalaman akan Kristus (hlm.
131).
Seorang pengikut Kristus dipanggil untuk
memelihara dan memupuk kepekaan (sense)
akan karya Roh Kudus dalam hidupnya. Kepekaan ini merupakan hal utama dalam
menjalankan panggilan hidup keluarga.
Santa Teresa dari Lisieux atau Santa Teresa dari Kanak-Kanak Yesus, dalam
Vivre D’amour (1985) mengatakan bahwa “Hidup dari Kasih adalah memberi tanpa
menghitung, tanpa menuntut balasan dari dunia sini … ketika sungguh mengasihi,
tiada pernah ada perhitungan … kuberikan semua … dan tidak kupunya hal lain
lagi kecuali kekayaanku hidup dari Kasih” (hlm. 127).
Karya Roh Kudus membentuk dan mengarahkan setiap pribadi kepada Kristus dan
bersaksi tentang Kristus.
Kesaksian tentang Kristus menjadi bentuk ekspresi
sekaligus aktualisasi diri setiap pribadi yang dipanggil dalam hidup
berkeluarga sebagai pengikut Kristus . Itulah buah atau hasil karya Roh Kudus.
Buah-buah Roh Kudus itu dapat berupa pengalaman rohani akan Kristus.
Menghayati Misteri Hidup Kristus
Setiap murid Kristus dipanggil
untuk mengikuti hidup dan meneladani pengorbanan Kristus. Hidup Yesus menjadi
contoh tertinggi dalam panggilan hidup masing-masing. Yang dimaksud dengan
mengikuti Kristus bukan meniru tindakan-tindakan Yesus secara lahiriah. Maka
secara keseluruhan, kesatuan umat beriman (Gereja) diarahkan oleh Roh Kudus
agar memiliki relasi yang mendalam (intim) dengan Kristus. Kesatuan relasi yang
intim itu menunjuk pada sikap dan
tindakan yang menyerupai Kristus, baik pikiran, perasaan dan perbuatan-Nya.
Selain kesatuan yang mendalam
dengan Kristus, seorang murid Kristus dalam tugas panggilan mengikuti
spiritualitas Yesus sendiri dalam bentuk sikap pengosongan diri secara total.
Sikap yang dimaksud adalah upaya untuk mengambil rupa sebagai seorang hamba
seperti yang dicontohkan oleh Yesus sendiri. Yesus mengambil rupa seorang
hamba, merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati bahkan sampai mati di kayu
salib (bdk. Flp 2:5-8). Sikap ini merupakan bagian integral dan penting dari
spiritualitas itu sendiri. Seorang murid Kristus mengendalikan diri dengan
menghindari ketenaran diri (ingin menang sendiri) dan menyesuaikan hidupnya
sesuai dengan kehendak Allah.()
Tidak ada komentar:
Posting Komentar