Kita tentu pernah menatap diri sendiri untuk beberapa waktu ketika sedang bercermin. Sekilas, kita akan langsung mengamati dan menilai secara fisik, bayangan diri yang terpantul pada cermin. Pengamatan dan penilaian awal biasanya terpusat pada area wajah seperti kondisi panca indera, pipi, warna kulit dan gestur wajah. Setelah itu perhatian beralih kepada bagian tubuh lainnya. Wah ... ada jerawat nih.
Di
sisi lain, bercermin dapat menjadi sarana untuk mengamati dan menilai sisi bagian
dalam diri yaitu karakter diri. Ketika bercermin, ada hal-hal yang hendaknya
diperhatikan yaitu:
a. Menerima semua hal yang tampak tidak sempurna dalam diri.
Sang Pencipta telah menciptakan
manusia beragam, tidak ada yang sama. Menerima diri apa adanya merupakan
ungkapan rasa syukur atas karunia Tuhan.
b. Mencintai diri sepenuh hati.
Apapun adanya, diri sendiri merupakan karya Tuhan yang unik dan spesial. Setiap pribadi telah diciptakan sesuai dengan rencana
yang sudah disiapkan-Nya.
c. Mengenali karakter diri dengan baik.
Hal yang sangat baik untuk mengetahui ciri karakter apa
yang dimiliki. Misalnya periang, rendah hati, ramah, luwes dan sebagainya. Hal
ini menjadi modal utama untuk menjalin relasi yang baik dengan lingkungan
sosial.
d. Mengembangkan potensi diri yaitu ciri karakter tersebut.
Potensi tersebut terus diasah agar
dalam prakteknya menjadi sebuah habitus atau kebiasaan yang tampak alami (tidak
dibuat-buat).
Penting
untuk dikatahi bahwa kesepian dan mandiri tidaklah sama. Seseorang yang tampak
mampu melakukan berbagai hal sendirian sering dikatakan sebagai orang yang
mandiri. Seorang yang kesepian tampak kehilangan momen kebersamaan bersama lingkungan sosialnya. Ia akan merasa sulit untuk bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. Sebaliknya, seorang yang mandiri mampu menempatkan dirinya kapan harus bertindak sendirian dan kapan harus tampil bersama orang lain.
Jika
terdapat kesulitan untuk bergaul dan bekerja sama dengan orang lain, alangkah
baiknya membangun komunikasi dengan orang terdekat dan lebih memahami serta
dapat dipercaya. Langkah ini penting agar tidak semakin jauh tenggelam dalam kesendirian dan kehilangan momen kebersamaan bersama orang lain.
Setiap
orang memiliki gaya (style) tersendiri. Ada yang peduli, adil, koperatif, pemaaf
dan sebagainya. Gaya yang menjadi ciri khas itu dapat menjadi icon pribadi bagi
orang lain.
Itulah
sebabnya, kita sering mendengar orang mengatakan: Si Sombong, Si Jahat, Si
Pemalu, Si Murah Hati, dan sebagainya.
Cinta Diri dan Egois
Seringkali
orang terperangkap pada dua kata yang nyaris tidak terlihat perbedaannya. Kedua
istilah “cinta diri” dan “egois”
dipisahkan oleh orientasi ketika diaplikasikan dalam hidup sehari-hari.
Cinta
diri dimaknai sebagai sebuah sikap menerima diri apa adanya dan menjadikannya
sebagai kekayaan karakter pribadinya. Kecintaan pada diri membuat seseorang
percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain. Ia tidak menjadikan dirinya
sebagai “pusat perhatian”. Ia berada pada garis lingkaran bersama-sama dengan
orang lain.
Karakter
egois menempatkan dirinya sebagai sentral atau pusat perhatian orang. Ia berada
di titik tengah lingkaran dan berusaha tampil sempurna dibandingkan orang-orang
yang berada pada garis lingkaran. Biasanya, orang seperti ini akan gelisah bila
pamor sentral itu mulai redup dan masalah dimulai.
Insight
Nah,
mulailah mencoba mengenali ciri karaktermu dan berusahalah untuk mencintai
dirimu apa adanya. Tidak ada manusia yang sempurna, karena kesempurnaan hanya
milik Dia, Sang Pencipta Semesta Alam.***
Bagus pak Chris tulisannya, belajar mengenali diri sendiri
BalasHapusTrimakasih pak Suparno
Hapus